NGOPILOTONG.COM,  -  Burasa, yang terkadang juga disebut buras, adalah makanan khas Sulawesi Selatan. Meskipun bentuknya mirip lontong, namun burasa dimasak dengan santan sehingga memiliki cita rasa yang lebih gurih.


Burasa biasanya disajikan saat lebaran, bersama dengan "cangkuli" atau unti kelapa dan "bajabu kaluku" atau serundeng kelapa. Namun burasa juga bisa dinikmati sebagai pelengkap makanan berkuah lainnya.


Sejarah Burasa'

"Burasa'  -  baca: Burasak  -  berasal dari kata: Nebura dan Narasa -----  dalam bahasa Rai dan atau Raranggonau, pada suku pedalaman Kaili di Sulawesi Tengah || secara harfiah: Nebura - arti: Berbusa, menyembur || Narasa - berarti: Enak || Jadi, Nebura dan Narasa  -  disingkat: Burasa' -  artinya: Menyembur juga enak ----- dalam dialek Tupabbiring, bahasa Bugis di Provinsi Sulawesi Selatan."


Burasa' atau Buras di Sulawesi Selatan ----- berupa makanan terbuat dari beras yang dimasak setengah matang bersama santan kental terlebih dahulu, hingga menjadi nasi lembek. Kemudian dibungkus menggunakan daun pisang, lazim dibuat dua bagian dalam satu ikatan tali rafia, memiliki bentuk pipih. Selanjutnya, direbus ulang hingga matang dan kehadirannya pun senantiasa ada disetiap hari raya lebaran bagi umat Islam di Negara Kesatuan Republik Indonesia.


Menurut Penelitian Kualitatif: Hermanus Johannes de Graaf, lahir: 02 Desember 1899 - meninggal: 24 Agustus 1984 (umur 84), profesi: Sejarawan, Guru Sekolah, asal: Rotterdam, Kerajaan Belanda ----- dalam Jurnal Malay Annal - terjemahan: Tulisan Ilmiah Cabang Malaysia, menyatakan: "Penganan Burasa' diperkirakan dibuat pada abad XVI - XVII Masehi, berawal dari makanan suku pedalaman Kaili sebagai masyarakat 'nomaden - arti: pengembara, berpindah-pindah' di masa itu. Dalam mengelola makanannya dengan dua (2) cara memasak, yaitu: Bakar dan Rebus, agar hasil olahan makanan mampu bertahan hingga sepekan dan kebiasaan suku pedalaman Kaili di Pulau Sulawesi."


Awalnya, makanan pra-sejarah di Pulau Sulawesi, masih didominasi 'biji-bijian, umbi-umbian dan buah-buahan.' Selanjutnya, pengelolaan 'batang dan daun tumbuhan' diolah oleh suku-suku Raranggonau, seperti: Sagu, setelah itu Padi di Kerajaan Sigi, Pulau Sulawesi.


Burasa' ----- makanan terbuat dari: beras, santan kelapa dan dibungkus memakai daun 'Jalanipa - arti: daun, bentuk memanjang dan tahan terhadap panas ----- dalam bahasa Rai dan atau Raranggonau.' 


Awal Abad XVIII Masehi ----- Burasa' mengalami perubahan dari sisi kemasan, yaitu: menggunakan daun pisang dengan mengikuti tampilan makanan gogos mandura. Karena pengaruh budaya masyarakat Bugis di Pulau Sulawesi bagian Selatan.


Burasa' ----- dalam Bahasa Rai, pada suku pedalaman Kaili, berasal dari dua (2) suku kata, yaitu:


- Bura atau Nevura atau Nebura ----- berarti: Berbusa, menyembur.


- Rasa atau Narasa ----- artinya: Enak.


- Mungkin orang tua terdahulu, menamakan Burasa' karena berasal dari proses memasak dan cara merebus di dalam belanga tanah (gerabah), sehingga air rebusan berbusa atau menyembur. Burasa' ---- juga diyakini sebagai makanan kerajaan di Sulawesi Tengah, bahkan sebahagian kalangan menganggap Burasa' merupakan makanan pada zaman perang melawan penjajahan bangsa Belanda, pada awal abad XIX Masehi. 


Karena Burasa' seringkali disajikan dalam perayaan-perayaan, seperti: Hari Raya Idhul Fitri dan Hari Raya Idhul Adha, Natal, Pesta Adat hingga Pesta Tahun Baru di Sulawesi Tengah, Negara Kesatuan Republik Indonesia.


"Siapa pertamakali membuat burasa'? Mungkin, istrinya Pak Rasak, sampai akrab disapa Bu Rasak."




Masyarakat Sulawesi Selatan ----- terbiasa menyantap burasa' dengan salonde, masyarakat Banjar di Kalimantan Selatan, umumnya menikmati burasa' bersama sambal kacang dan sering disajikan ketika lebaran. Mungkin, dikarenakan orang-orang dari Sulawesi Selatan, telah merantau dan menetap di daerah-daerah tersebut, sehingga menjadi bagian dari tradisi hari lebaran disana. Selain untuk hidangan pada hari lebaran, burasa' juga dipilih sebagai bekal dalam perjalanan, karena mampu bertahan sampai dua hari. Bagi masyarakat Sulawesi Selatan, lebih sering dijadikan pendamping makanan Coto Makassar, Sop Konro, Pallubasa, Dangkot dan makanan berkuah lainnya.

  

Penulis   : Zainal CRS

Editor     :  Ahmad Firdaus


Baca Artikel Lainnya di GOOGLE NEWS