NGOPILOTONG.COM,  -  Pada saat Apu Tappareng  berkuasa di Bulobulo atau arung ke-5 Bulobulo tahun 1511, Gowa berhasil menaklukkan Bulukumba dibawah kepempinan Raja Gowa ke - 9  araeng Tumapakrisika kallonna sehingga oleh Aputappareng berusaha menjalin hubungan dengan kerajaan di Wawobulu  demi membendung serangan Gowa di Sinjai. Dia berusaha mendekati Manipi dan sukses menghasilkan perjanjian yg berbunyi:. 


Rekko natuoiki perrik tanata, siturungiki sitakdangkarangkangiwi, tessitajengang dokok inanre, nappaki sitolek ota sirekkok, malukki ulunna menrepa cinnongiwi, malukki toddanna, noppa cinnongiwi. 


Kesepakatan ini mendapat restu pula dari pemimpin 

ADAT TALLUA ri Manipi yang dijabat oleh Lanru Daeng Mallatte dari Hulo, Palekori Daeng Pagala dari Kaluarang dan Bunga Doajang Daeng Tasuji dari Lembanna. Hasilnya adalah, Sinjai tidak bisa ditaklukkan oleh Karaeng Tumapakrisika Kallonna, walau akhirnya takluk juga oleh pengganti beliau yakni Karaeng Tunipalangga raja Gowa ke-10.


Saat paling berkesan dan paling mewarnai perjalanan sejarah di Manipi adalah saat kedatangan Datu Halia di Manipi. Bagaimana tidak, Datu Halia yg bernama lengkap (versi Manipi ) adalah La Muhammad Bau Karompa Petta Sappehalie Datu Halia adalah putra dari La Panaongi To Pawawoi Arung Amali , Sijelling dan Bisei Arumpone ke-20. Dia bersaudara dengan La Pareppa Sappewalie Karaeng Anak Moncong Matinroe ri Sombaopu Arumpone ke - 19. Mereka adalah putra dari La Patau Matanna Tikka dgn Karaeng Pattukangan bin Sultan Abdul Jalil Raja Gowa. 


DATU Hallia menikah dengan Besse Sanjata yg melahirkan Patongko Daeng Pasampo. Patongko menikah dengan I  Lallo anak dari Puatta Kujoe dari Manipi dan Pacellai Daeng Tapajja dari Turungang. Istri lainnya adakah Puang Cemmo di Tassoso melahirkan I Tabbusassa Daeng Pairing dan Pallawagaoe Daeng Pahare yang menikah dengan Ceppa Daeng Macenning binti Arung Labuaja. 


Datu Halie juga pernah menikah ke Wajo selain di Manipi tentunya. Di Wajo dia dinamakan La Muhammad Petta Maccambangnge ri Wajo Cellak Karompa  Datu Halie. Di Wajo, dia menikah dengan I Nomba Petta Mone Datue ri Hulo, cucu dari I Mappasessu Daeng Manyampa Datu Pammana yang salah satu cicitnya adalah Prof. DR. Muhammad Akil, mantan wakil rektor Unhas dan Ahli Penyakit Dalam. 


IBU Besse Sanjata  dari Datu Halie adalah Mariati Daeng Matajang sedangkan bapaknya adalah Makkatunreng Daeng Malompo anak Karaeng Kajang. DAtu Halie juga bernazab ke Besse Tonra cucu tokoh agama terkenal Syekh Yusuf yang menikah dengan Syekh Namrullah Arung Passauneng Timurung To Maloppona Tellulimpoe yang berasal dari Taribek Yaman dan masih punya hubungan darah dengan Rasulullah SAW. 


Pada saat Sinjai jatuh ke tangan Belanda tgl 24 November 1859, maka Manipipun kena imbas dimana saat itu, Manipi diperintah oleh Magguliling Daeng Sitonra dan dilanjutkan oleh Patongko Daeng Pasampo. Pada saat kekuasaan Patongko Daeng Pasampo, Belanda berupaya membujuk untuk menerima pemimpin baru yakni Besse Rameng karena takut dengan rumpun dan darah Gowa yg mengalir dalam tubuh Datu Halia yg ditakutkan akan memberontak kepada Belanda kelak walau ditolak oleh masyarakat krn menganggap Patongko lah yang paling wajar memimpin mereka. Belanda tetap mendesak Pitulimpoe untuk menerima keinginan dari Belanda tersebut  dan bayangan perang mulai muncul. 


Untuk menekan Pitulimpoe dan Tellulimpoe termasuk Bulukumba, maka Singkerurukka raja Bone bersama Belanda menetapkan bahwa Sinjai dan Bulukumba menjadi Gouvernemenlander atau wilayah  yang diperintah langsung oleh Belanda. Penetapan  SK-nya dikeluarkan bersama pada tanggal 13 Februari 1860,tapi Pitulimpoe termasuk Manipi tetap menolaknya. Karena Patongko dan masyarakat Manipi tetap bersikeras menolak permintaan Belanda, akhirnya tidak ada jalan lain selain serangan militer. 


Pasukan Belanda dikirim dari Makassar untuk menyerang Manipi dan Turungang termasuk Suka, Balassuka dan Tombolo Pao dan Pattongko dan pasukannya dibawah koordinasi Daeng Manangkasi sebagai Orang terdekat Patongko tetap  belum menyerah. Pasukan Belanda meninggalkan  Makassar dengan kapal perang ZM. LOO pada tgl 3-4-1862 dengan komandan tempurnya ditangan HAA. NIELOE. 


Pasukan Belanda tiba di Sinjai tgl 4-4-1862 jelang Magrib yang dijemput oleh Borahima Daeng Paewa arung Lamatti, La Hemmak Daeng Mallengu mewakili Bulobulo. Hadir pula Daeng Mamma Arung Mangngopi serta dua orang yg datang secara pribadi yang mengatakan wakil Manipi Turungang tp ditolak oleh HA Nieloe karena bukan Patongko yang datang. Rombongan menuju Manipi pada tgl 5-4-1862 yg awalnya hanya 30 org saja ditambah kuli dari orang lokal dengan bayaran khusus sebagai pembawa makanan, senjata, skop, parang dll.Senjata beratnya antara lain 2 mortir 13 inci, 13 sappeur dan ratusan senapan. 


Tapi karena pertimbangan medan serta ditakutkan bahwa pasukan Turungang, Suka, Balassuka dan Tombolo Pao ikut bergabung ke Manipi, akhirnya pasukan dan senjata ditambah lagi plus buruh sebanyak 131 orang karena ditakutkan pemberani  dari Suka, Balassuka serta Tombolo Pao mendapatkan pasokan senjata dari kerajaan lain seperti Wajo yang dekat dengan Wawobulu karena sesama rumpun Datu Halia termasuk Gowa. 



Sumber :

  • Lontara Patturiolongnga ri Turungang milik Puang Sahibe di kampung Soppeng. 
  • Lontara Silsilah Manipi milik pak Ishak Manipi. 
  • Catatan Sistem pemerintahan Manipi milik pak Abd. Kadir di Manipi
  • Daftar regent Oostdistrichten milik penulis
  • Lontara Catatan Harian La Patau dan La Temmassonge milik penulis( copyan) 
  • Lontara Datu Halie milik penulis dan milik Ivan Akil di Wajo 
  • Ekspedisi Militer Belanda di Sinjai 1860-1871 koleksi penulis 
  • dll.



Bersambung ke Bagian ke-3....


Penulis   : Drs. Muhannis (Alm)

Editor     :  Zumardi



Baca Artikel Lainnya di GOOGLE NEWS