NGOPILOTONG.COM,  -  Suasana Ramadan dan perayaan Idul Fitri telah menjadi bagian penting dalam sejarah dan budaya Indonesia. Namun, apakah kita pernah membayangkan bagaimana suasana tersebut terjadi di masa lampau, khususnya pada zaman kolonial Belanda? Melalui berbagai sumber sejarah, kita dapat melihat betapa uniknya tradisi dan perayaan yang dilakukan oleh masyarakat pada masa itu.


Ramadan di zaman Belanda tidak hanya tentang puasa dan ibadah, tetapi juga merupakan momen berkumpulnya masyarakat dalam berbagai kegiatan sosial dan budaya. Salah satu ciri khasnya adalah kegiatan membuat bunyi-bunyian yang keras oleh anak-anak muda. Mereka menggunakan meriam bambu dan mercon untuk menandai datangnya awal Ramadan. Hal ini menjadi tradisi yang sangat dihargai dan dinikmati oleh masyarakat pada waktu itu.




Pemerintah kolonial Hindia Belanda juga turut berperan dalam menentukan atmosfer Ramadan dan Idul Fitri. Mereka meliburkan sekolah-sekolah, seperti HIS, HBS, dan AMS, yang mayoritas muridnya beragama Islam, sebagai bentuk penghormatan terhadap perayaan agama tersebut. Di beberapa kota, seperti Semarang, masyarakat biasa berkumpul di alun-alun untuk menyaksikan pengumuman awal puasa Ramadan. Pengumuman ini disertai dengan bunyi beduk dan dentuman meriam yang menggema, menandai mulainya bulan suci bagi umat Islam.


Di Yogyakarta dan Surakarta, ada tradisi unik yang disebut "gerebek puasa". Tradisi ini dilakukan menjelang akhir bulan puasa, di mana masyarakat berkumpul untuk menikmati hidangan bersama sebelum berbuka. Sementara itu, salat Id berjemaah di tempat terbuka mulai dilaksanakan pada akhir tahun 1920-an setelah mendapat persetujuan resmi dari pemerintah kolonial. Hal ini menggambarkan semangat kebersamaan dan keagamaan yang kental dalam masyarakat pada masa itu.


Tanda Tangan Ustad di Buku Kegiatan Ramadan di Era Tahun 80-an


Tidak hanya itu, perayaan Idul Fitri juga ditandai dengan berbagai perlombaan dan hiburan. Mulai dari lomba balap karung hingga berjalan di atas bambu di atas kolam, semua menjadi bagian dari meriahnya perayaan tersebut. Perlombaan ini bahkan menjadi inspirasi bagi perayaan Hari Kemerdekaan 17 Agustus setelah Indonesia merdeka.


Melalui tradisi-tradisi yang unik dan penuh makna ini, kita dapat melihat bagaimana masyarakat Indonesia pada masa kolonial Belanda tetap menjaga dan merayakan kebudayaan dan identitas mereka. Suasana Ramadan dan Idul Fitri di masa lalu menjadi warisan berharga yang terus dikenang dan dihargai hingga saat ini. Bagaimana suasana Ramadan dan Idul Fitri di daerah Anda? Mari kita tuliskan dan bagi pengalaman tersebut di kolom komentar.




Penulis   :  Muammar

Editor     :  Zumardi


Baca Artikel Lainnya di GOOGLE NEWS